Bos tertinggi di perusahaan tempat Anda bekerja apakah mengenal anda sebagai karyawan biasa? Anda barangkali mengenal bos tersebut, walau pun tidak secara langsung dan dari jauh. Sebaliknya, bos sangat mungkin tidak mengenal Anda. Mengenal nama Anda pun niscaya tidak, kendati perusahaan tempat Anda bekerja hanya memiliki kurang dari 100 orang. Apa lagi jika Anda bekerja di perusahaan yang mempunyai ribuan karyawan. Bisa jadi, di hadapan bos tertinggi, Anda hanyalah angka.
Banyak pimpinan perusahaan yang tidak pernah berbicara langsung dengan staf di jenjang bawah, sekalipun satu kali saja dalam lima tahun ia menjadi CEO. Ketiadaan waktu menjadi satu alasan yang kerap dikemukakan. “Kalau saya mesti berbicara secara personal dengan setiap pegawai, berapa hari mesti saya habiskan untuk itu?” ujar seorang dirut.
Bertemu dan berbicara dari hati ke hati dengan pegawai dianggap pemborosan. Sebagai gantinya, sang dirut memilih untuk bertemu dengan ratusan orang sekaligus dalam suatu ruangan untuk menyampaikan perubahan kebijakan. Sekali bertemu, keputusan direksi tersampaikan. Efisien, menurut mereka. Namanya bisa pengarahan, briefing, atau apapun. Yang menyampaikan pun mungkin bukan direksi, melainkan manajer terkait.
Para pimpinan perusahaan yang berpikir seperti ini melupakan satu hal, bahwa pegawai-apapun jabatannya-”juga manusia”. Bob Seelert, pimpinan puncak perusahaan periklanan kelas dunia, Saatchi & Saatchi, sangat memahami pentingnya sentuhan kemanusiaan ini dalam hubungan antara pimpinan dan karyawan yang tidak menempati posisi manajer, yang jarang sekali berbicara langsung dengan direksi. Steerlet merasakan betul bahwa sebagai CEO ia tidak cukup hanya kerap bertemu dengan jajaran direksi dan manajer senior.
Dua kali seminggu, Seelert mengadakan kegiatan rutin yang ia sebut “Sarapan Bersama Bob”. Ini merupakan acara sarapan bersama antara Seelert dan 400 orang karyawan di kantor pusat Saatchi & Saatchi. Tentu saja ia mempertimbangkan soal efisiensi waktu. Namun, dengan tujuh orang setiap kali sarapan, dua kali seminggu, Seelert telah bertemu dengan seluruh karyawan dalam waktu 29 minggu.
Sarapan bersama CEO perusahaan merupakan kesempatan langka bagi karyawan. Melalui sarapan bersama, Seelert berusaha mengenal karyawannya lebih dekat. Dalam kesempatan seperti ini, ia bukan hanya berbicara mengenai beberapa hal pokok dari persoalan perusahaan, seperti kebijakan yang dia ambil dan terapkan, tapi juga mencoba mengetahui apa hobi karyawannya, anaknya sekolah di mana. Ia sendiri juga menceritakan ihwal keluarganya, kegemaran mereka melakukan perjalanan, dan bayak hal yang bersifat pribadi.
Dari sarapan inilah, Seelert menyerap harapan pegawai terhadap perusahaan. Ia menangkap perubahan-perubahan yang diinginkan oleh karyawannya, langsung dari mulut mereka, bukan melalui para manajernya. Ia juga menggali apa yang disukai oleh karyawan dari perusahaan dan apa yang mereka inginkan untuk diubah.
Lewat acara “Sarapan Bersama Bob”, Seelert telah memangkas jalur komunikasi antara karyawan dan pimpinan perusahaan yang lazimnya memakan waktu lama. Ia bisa menangkap aspirasi karyawan yang selama ini terabaikan oleh para manajernya. Seelert mengatasi kepelikan birokrasi. Pengambilan keputusan mengenai hal tertentu juga dapat dilakukan lebih cepat.
Karyawan merasa senang dengan pendekatan Seelert dalam memperlakukan mereka. Cangkir kopi bertuliskan “Bob sudah sarapan bersama saya” menjadi kenangan tersendiri yang dipajang di meja kerja. Efek personalitas hubungan yang manusiawi ini terbukti membangkitkan spirit karyawan Saatchi & Saatchi dan mendongkrak produktivitas dan memacu kreativitas mereka.
Dari kisah tentang kecerdikan Seelert kembali kepada Anda. Sebagai karyawan, pernahkah Anda punya kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati dengan pimpinan puncak perusahaan dan tanpa rasa cemas bakal dipecat Anda dapat mengajukan pertanyaan seperti: “Pak, mengapa gaji bersih Anda per bulan mencapai Rp 300 juta?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar