Merapi akhirnya meletus pada Selasa 26 Oktober 2010 sekitar pukul 17.30 WIB. Awan panas menyapu lereng Merapi dan meluluh lantakkan rumah Mbah Maridjan. Tak kurang dari 16 orang tewas di sekitar rumah Mbah Maridjan.
Mbah Maridjan sendiri ditemukan tewas saat bersujud di kamarnya. Tubuh Mbah Maridjan sebagian besar melepuh, begitu pula bagian mukanya. Menurut analisa Mbah Maridjan tewas karena atap rumah roboh karena tersapu wedhus gembel. Runtuhan tersebut diperkuat dari kondisi badan korban yang lebam yang menandakan dugaan tersebut. Jenasah tersebut dibawa ke RSUP Dr Sardjito dan Kraton Yogyakarta memastikan jasad yang terbujur kaku di ruang jenasah RSUP Dr Sardjito adalah Mbah Maridjan atau Mas Penewu Suraksohargo. Pernyataan tersebut dikeluarkan Kraton Yogyakarta melalui adik Sri Sultan Hamengku Buwono X yaitu GBPH Prabu Kusumo, Rabu (27/10). Awan panas atau dikenal sebagai wedhus gembel itu cukup panas. Menurut Balai Pengembangan Penyelidikan dan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), awan panas itu memiliki suhu sekitar 600 derajat Celsius dengan kecepatan luncuran mencapai 200 km per jam.
Siapa sebenarnya Mbah Maridjan?
Mbah Maridjan alias Mas Penewu Suraksohargo melambung namanya ketika Merapi melakukan erupsi tahun 2006 lalu. Ia bersama sejumlah warga Kinahrejo Kecamatan Cangkringan Sleman yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III menolak untuk di evakuasi. Padahal saat itu, Gunung Merapi sudah masuk tataran Awas. Bahkan Raja Kraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat meminta dia untuk turun gunung. Namun yang bersangkutan tidak mau. Beruntung, erupsi Merapi tidak segawat yang diperkirakan para ahli, sehingga kekukuhan Mbah Maridjan bahwa Merapi tidak berbahaya menjadi benar. Namanya terus melambung dan kemudian menjadi bintang iklan sebuah minuman berenergi. Duit pun mengalir deras ke kantongnya. Selebritis gaek ini tidak menikmati uangnya sendiri, tapi dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Di daerah Kinahrejo, ia membangun masjid serta gereja. Warga di sana pun diminta beribadah sesuai keyakinan. Selain itu, Mbah Maridjan acap kali menyalurkan beras dan sembako kepada warga yang membutuhkan. Mbah Maridjan lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada tahun 1927. Kekuasaan sebagai kunci Gunung Merapi itu ia dapatkan dari amanah yang diberikan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Ia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada tahun 1970. Jabatan sebagai juru kunci lalu ia sandang sejak tahun 1982. Mbah Maridjan mempunyai beberapa anak, yakni Mbah Ajungan, Raden Ayu Surjuna, dan Raden Ayu Murjana.
Selamat jalan Mbah Maridjan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar