Pada kurun waktu terakhir ini ternyata sudah lebih dari 70 perusahaan, lembaga pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di seluruh dunia sudah masuk target hacker. Para ahli memiliki dugaan kuat bahwa serangan berasal dari China. Seperti apa?
Dalam satu laporan, firma keamanan McAfee mengatakan, misi lima tahun yang melibatkan banyak korban termasuk PBB, Komite Olimpiade Internasional, Departemen Energi dan Laboratorium Penelitian serta hampir dua lusin kontraktor pertahanan dan korbannya tersebar di lebih dari selusin negara.
Sebanyak 49 negara dari 72 negara target, semuanya diidentifikasi terletak di Amerika Serikat (AS). Data yang tercuri termasuk rahasia nasional yang dijaga ketat, kode sumber, arsip email, rencana negosiasi dan rincian eksplorasi minyak baru serta lelang lapangan gas.
VP riset ancaman McAfee Dmitri Alperovitch mengaku belum mengetahui akan dipakai untuk apa data curian tersebut. Namun, jika sejumlah kecil data itu digunakan untuk bersaing dengan perusahaan lain akan mengakibatkan ancaman ekonomi besar-besaran pada perusahaan-perusahaan individual dan industry juga keseluruhan negara yang menghadapi prospek penurunan pertumbuhan ekonomi.
Laporan ini muncul setelah munculnya serangan-serangan cyber pada serangkaian perusahaan dan badan pemerintahan penting, termasuk Sony, Lockheed Martin dan Central Intelligence Agency. Bulan lalu, Kementerian Pertahanan mengaku disusupi hacker yang masuk jaringan kontraktor dan mencuri 24 ribu data militer. Serangan ini menjadi pelanggaran data paling dahsyat yang dialami Pentagon hingga kini.
Alperovitch mengatakan, laporan temuan ini merupakan motivasi yang berbeda dari kepuasan keuangan yang dicari langsung oleh banyak penjahat online. “Musuh ini termotivasi kelaparan besar-besaran pada rahasia dan kekayaan intelektual,” katanya.
Alperovitch mengatakan, serangan ini bukanlah hal baru dan sebagian besar korban telah memperbaiki virus komputer yang menyusahkan mereka. Ia mengaku, McAfee memperoleh akses ke server para penyusup dan mengumpulkan semua catatan hingga kembali ke 2006.
Alperovitch menjelaskan, serangan ini dilakukan menggunakan metode hacking umum, termasuk ‘phishing tombak,’ hacker mendapat akses ke jaringan melalui email yang dikirim ke target. Laporan ini menemukan, serangan cyber ada juga difokuskan pada kelompok-kelompok nirlaba politik, termasuk organisasi Barat tak dikenal yang fokus mempromosikan demokrasi.
Selama hampir dua tahun, para hacker menargetkan salah satu organisasi berita utama AS di biro perusahaan New York dan Hong Kong. Laporan itu tak menyebutkan nama outlet beritanya. Meski begitu, Washington Post mengutip para ahli, organisasi yang diserang adalah Associated Press.
Sayangnya, firma keamanan tak mengidentifikasi siapa yang berada di balik serangan cyber ini. Meski begitu, pemerintah asing bisa jadi dalang serangan ini dengan alasan untuk keuntungan komersial seperti Komite Olimpiade Internasional. Namun, pakar keamanan cyber James A. Lewis di Center for Strategic and International Studies mengatakan, kemungkinan pelakunya adalah China.
Menurutnya, hanya lima atau enam negara yang memiliki kemampuan untuk mengupah para mata-mata cyber dalam skala ini namun daftar target mencerminkan kepentingan China lebih dari negara lain. “Bukti menunjuk ke China karena siapa lagi yang akan memata-matai Taiwan?,” ujarnya.
Hal ini bukan kali pertama korban serangan menunjuk China sebagai pelakunya. Tahun lalu, Google mengumumkan, hacker China mencuri kode sumber perusahaannya. Kemudian awal tahun ini, Google mengklaim, hacker berbasis di China mencoba masuk ke akun Gmail pejabat pemerintah AS, aktivis China dan wartawan asing.
Lewis mengatakan, China fokus untuk memperoleh kekayaan intelektual melalui hacking guna memberi perusahaannya keunggulan kompetitif. Selain itu, ia juga mengatakan, China selalu menjadi pihak yang dipersalahkan karena Negara itu tak pandai menutupi jejak. “Kami banyak menangkap hacker China karena mereka memang tidak ahli,” ujarnya.
Pada konferensi pers Juni, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengatakan, pemerintah China ‘kukuh menentang’ hacking komputer. Serangan Hacker merupakan isu internasional di mana China juga jatuh menjadi korbannya, katanya.
Dalam laporan, firma keamanan ini menjuluki serangan cyber yang terjadi ‘Operation Shady RAT’. “Masalah ini memiliki skala besar yang mempengaruhi hampir tiap industri dan sektor ekonomi berbagai negara,” kata Alperovitch. Satu-satunya organisasi yang tak masuk ancaman ini adalah negara yang tak memiliki hal berharga atau menarik untuk dicuri, tutupnya.
Sumber : Inilah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar