Tampilkan postingan dengan label kesuksesan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesuksesan. Tampilkan semua postingan

21 November 2010

Anak Berbakat Belum Tentu Sukses Pada Saat Dewasa

Anak-anak yang pada masa kecilnya mempunyai bakat yang luar biasa pada suatu bidang ternyata belum menjamin kesuksesannya pada saat dia dewasa. Anak-anak dengan bakat luar biasa ternyata sama besar kemungkinannya untuk gagal maupun sukses pada masa dewasa. Semua tergantung lingkungan dan perkembangan si anak dalam kehidupan dan pergaulannya. Dan juga peran orang tua mendidik dan mengembangkan bakat yang dimiliki si anak.

Dalam salah satu penelitian paling luas yang pernah diadakan, ditemukan bahwa dari 210 anak berbakat, hanya tiga persen yang akhirnya “jadi orang”. Professor Joan Freeman mengatakan dari 210 anak-anak yang dia teliti, hanya setengah lusin yang bisa dikatakan meraih ‘kesuksesan konvensional’. “Pada usia enam atau tujuh tahun anak berbakat memiliki potensi yang mencengangkan, tetapi banyak dari mereka terjebak dalam situasi potensi terpasung,” kata Freeman seperti yang dikutip Daily Mail.

Professor Freeman melacak anak-anak yang berbakat di bidang matematika, seni, dan musik sejak tahun 1974 hingga sekarang. Kebanyakan dari mereka tidak sukses pada masa dewasa karena perlakuan yang mereka alami dan dalam beberapa kasus direngut dari masa kanak-kanak. Dalam beberapa kejadian, orang tua menekan anaknya begitu keras atau malah dipisahkan dari kelompok sebayanya, sehingga akhirnya hanya mempunyai sedikit teman.

Ia juga menambahkan ‘menjadi istimewa berarti lebih bisa menghadapi hal-hal yang bersifat intelektual tapi tak selalu bisa menghadapi hal-hal emosional. Freeman juga cenderung menekankan bahwa anak-anak berbakat sama rapuhnya dengan anak biasa bahkan mungkin “punya kekuatan emosi yang lebih besar”. “Saya ingin menegaskan bahwa mereka yang berbakat juga hanya manusia biasa tapi menghadapi tantangan-tantangan, khususnya harapan yang tidak sesuai kenyataan, biasanya dipandang aneh dan tak bahagia,” tegas Freeman.

“Orang tua dan guru bisa merasa terancam dengan kehadiran mereka dan bereaksi meredam kemampuan mereka. Yang mereka inginkan hanya diterima apa adanya, kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi, dan mendapatkan dukungan moral yang memadai,” papar Freeman lebih jauh. Salah satu contoh anak berbakat yang kemudian gagal untuk berkembang adalah Andrew Halliburton, yang ketika masih berusia delapan tahun telah memahami matematika untuk sekolah menengah tetapi kini hanya bekerja di warung cepat saji McDonald.

Contoh lain yang menarik adalah Anna Markland dan Jocelyn Lavin yang telah menjadi bintang sekolah musik Chetham, Manchester, Inggris, ketika berusia 11 tahun. Markland yang kini berusia 46 tahun, berasal Princes Risborough, Buckinghamshire, Inggris dan pada 1982 dinobatkan sebagai Pemusik Termuda Terbaik pleh BBC. Ia kemudian belajar musik di Oxford selama dua tahun dan sekarang menjadi seorang pemusik profesional, yang menurutnya merupakan profesi terbaik di dunia.

Sebaliknya, Lavin berbalik dari musik dan berpindah menekuni ilmu pengatahuan alam. Ia kemudian memmperoleh nilai A dalam bidang itu di antara 210 anak berbakat tadi. Tetapi setelah masuk University College London, ia gagal dalam matematika dan astronomi pada usia 17 tahun. Ia kemudian keluar tanpa meraih satu gelar pun.

“Saya tak tahu yang ingin saya tekuni kecuali terbang ke luar angkasa,” katanya. Setelah 20 tahun berprofesi sebagai guru matematika, ia kini masih harus bermasalah dengan rumahnya yang dililit masalah kredit.

Menurut Professor Freeman, permasalahan lain bagi anak-anak istimewa, mereka sering kali cemerlang di bidang apa saja sehingga mereka cenderung ingin mencoba bidang lain padahal bidang yang terdahlu belum dikuasai betul. Pada dasarnya anak cerdas akan gagal jika mereka ditempatkan di bawah tekanan untuk berkembang. “Kepuasan dan kreatifitas dari masa anak-anak adalah dasar untuk semua pekerjaan besar,” pungkas Freeman.

Jadi bagaimana pendapat anda?

28 Mei 2009

Keyakinan = Kesuksesan

Setelah menyaksikan final Liga Champions 2009 antara FC Barcelona melawan Manchester United semalam yang akhirnya dimenangkan oleh FC Barcelona dengan skor 2-0, ada hikmah tersendiri yang bisa saya dapatkan menilik perjalanan juara El Barca (julukan FC Barcelona).

Tahun ini adalah tahun prestasi bagi El Barca, bagaimana tidak di tahun 2009 ini El Barca merengkuh tiga juara sekaligus (treble winner) yaitu Juara La Liga Primera, juara Copa Del Rey, dan juara Liga Champions. Sukses besar El Barca tidak terlepas dari peran besar pelatih EL Barca yang adalah Josep “Pep” Guardiola yang dengan keyakinannya yang besar membangun tim yang sebagian besar dari akademi sepakbola Barcelona. Bukan hanya itu saja tapi konsep permainan menyerang yang enak ditonton sangat mempesona seluruh Eropa bahkan dunia. Sebetulnya di awal musim ini banyak pihak yang meragukan kemampuan Pep Guardiola sebagai suksesor Frank Rijkaard meracik tim El Barca, karena memang Pep Guardiola baru seumur jagung untuk jabatan kepelatihan tim senior sebesar FC Barcelona karena sebelumnya dia hanya menjadi pelatih tim junior Barcelona. Tapi itu tidak menyurutkan tekadnya untuk menjadikan El Barca menjadi tim yang tangguh dan disegani baik di liga domestik maupun di Eropa bahkan dunia. Kembali lagi ke hikmah yang saya dapat dari perjalanan juara El Barca adalah keyakinan seperti judul posting diatas yaitu keyakinan=kesuksesan. Sosok Pep Guardiola adalah sosok yang awalnya dipandang sebelah mata dan karena ini musim pertamanya mungkin target awal management club hanya bisa bersaing di papan atas liga Spanyol. Tapi ternyata karena mempunyai keyakinan atas apa yang dilakukan maka Pep Guardiola dengan percaya diri membangun konsep sepak bola yang terbilang spesial, menghadapi lawan siapa pun mereka tidak merubah konsep sepak bolanya. Sekali menyerang tetap menyerang. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga bisa menggunakan falsafah Pep Guardiola yaitu dengan keyakinan selalu menyerang, menyerang disini bisa kita adaptasi dengan bekerja keras tanpa kenal lelah dalam menghadapi apapun baik tugas ataupun peluang yang ada di depan mata. Kita kembali lagi ke El Barca sebelum pertandingan final diunggulkan dibawah sang juara bertahan MU, mereka tetap yakin akan pola permainannya sendiri yang menghibur. Padahal tim yang dihadapi adalah MU yang mempunyai arsitek kenyang pengalaman Alex Ferguson. Tapi di lapangan ternyata MU kesulitan menghadapi startegi pelatih El Barca Pep Guardiola. El Barca leluasa melakukan serangan dan rapat menutup peluang mencetak gol penyerang-penyerang MU. Kalau kita lihat dikehidupan kita sehari-hari seharusnya kita tetap harus yakin akan apa yang kita lakukan, kalau kita yakin apa yang kita lakukan niscaya kita bisa sukses atas apa yang kita cita-citakan. Terkadang kebanyakan dari kita mempunyai penyakit yang bisa dimiliki sebagian besar orang yaitu kita bisa yakin di awal kita melakukan sesuatu entah itu memulai bisnis baru atau bekerja ditempat yang baru misalnya, tetapi sekali kita menghadapi tantangan dan rintangan kita menjadi ragu-ragu dan tidak yakin akan apa yang telah kita lakukan, nah itulah yang membuat kita tidak bisa sukses. Sebenarnya yang membedakan tindakan atau sesuatu yang kita lakukan itu dengan keyakinan atau tidak adalah kalau kita yakin pasti kita akan mengeluarkan segala daya alias 100% kekuatan kita tapi kalau kita menjalaninya dengan tidak ada keyakinan alias ragu-ragu maka sudah pasti kita tidak 100% mengeluarkan tenaga dan kekuatan kita dan sudah bisa ditebak hasilnya adalah kegagalan. Jadi saya menggarisbawahi lagi komentar dari komentator RCTI pada pertandingan final Liga Champions bahwa “dengan keyakinannya Pep Guardiola mengantarkan Barcelona juara Liga Campions 2009”.